Langkelu dan Daeng Lala Pewaris Tradisi Memancing Kuno dari Selat Tersempit dan Terdalam Dunia

Written by:

LANGKELU adalah rekaman neoantropologis kesultanan Buton. Ia nelayan tradisional di luar bastion tenggara benteng terluas di dunia.

Langkelu moyang millennial nelayan Selat Buton. ia anak ke-17 dari 32 saudara; 1 ayah 7 istri.

Bermukim sekitar 2,7 km tenggara pos pengintai (bastion) Benteng Keraton Buton, Langkelu (51) bukan siapa-siapa di Baubau.

Ia hanya nelayan tradisional dengan perahu kayu tua tak bermesin.

Kulit telapak tangannya kasar, tebal dan kuat. Aku rasakan saat menjabat tangannya.

Bulu Babi, mahluk laut berduri tajam dan beracun, digenggamnya sebelum diolah jadi santapan tetamu. Setiap hari.

Dia menghafal jenis mahluk laut dangkal dan dalam. Kapan waktu ideal menangkapnya terbenam di kesadarannya.

Langkelu hanya butuh; bentuk awan, gerak ombak, arus laut, dan tiupan angin. Gunung batu kampungnya jadi patokan.

Jenis ikan tangkapannya dia pilih dari bentuk dan aroma umpan di kail pancingnya.

Langkelu adalah generasi baru nelayan Pinggiran Luar Keraton Buton yang menikmati hidup sebagai bintang YouTube.

Hingga interaksi intens dengan ponakannya, Daeng Lala (37), –sebelum sampar China mewabah akhir 2019 lalu–, memberinya semangat hidup baru.

“Dari neneknya nenek saya itu sudah nelayan di Lipu. Saya tak bisa pekerjaan selain nelayan. karena Lala saya tetap bangga jadi nelayan di (pantai) Lakeba,” ujar Langkelu, kepada Tribun, Minggu (12/9/2021).

Daeng Lala adalah keponakan dari almarhum ayah dan ibunya.

Laheiru, ayah Deng Lala adalah nelayan sejati di Lipu.

Dua tahun terakhir, keponakannya jadi YouTuber “kampung” dengan hampir setengah juta subscribers di Indonesia.

Keseharian Langkelu dan 12 nelayan tradisional Lipu dan pantai Lakeba, diolah seperlunya menjadi content viral di Indonesia, Asia Tenggara, hingga Eropa.

Bersama Daeng Lala, Langkelu memperkenalkan rumah panggung dan gugusan batu kapur pantai Lakeba, kepada dunia.

baca; Daeng Lala YouTuber Kampung Pantai Lakeba

Liang, pasir putih, perahu cadik dan kuliner seafood pun jadi destinasi unik dan memikat di tenggara Kota Baubau.

Potongan bukit cadas nan teduh turun temurun warisan nenek moyangnya, diubah jadi marina (boat station).

“Kebun diatas ini dulunya milik keluarga nenek kami di Lipu,” ujarnya menujuk kebun ubi, pisang dan cabau di Bukit Kalampa, sekitar 1,5 km dari Bandara Betoambari, Baubau.

Langkelu makan lauk dari laut terdalam dan tersempit di dunia, dan nasi ubinya dari tanah batu paling cadas.

Postur Langkelu kekar berisi. Kulitnya sawo gelap, dan memantulkan cahaya di siang hari.

Lawan bicaranya selalu ditatap dengan rona teduh.

Senyum tanggungnya tak menutupi keramahannya.

Seperti kebanyakan masyarakat pesisir Nusantara, Langkelu ramah, terbuka dan mudah menerima orang baru.

Rumahnya bukan jenis Malige, rumah adat bangsawan di Buton.

Ia tinggal bersama istri dan 4 anaknya di rumah panggung kebanyakan di Dusun Lipu Morikana, Kelurahan Katobengke, Kecamatan Betoambari, Kota Baubau.

Dusun tua ini berada di luar benteng tua peninggalan Sultan Buton abad ke-15 masehi.

Lokasinya sekitar 6,7 km barat Baubau, kota terpadat kedua di Provinsi Sulawesi Tenggara, setelah kota Kendari.

Sejak jaman kesultanan, Lipu adalah warga luar keraton Buton. mereka rakyat kasta pinggiran.

Mereka kelas pekerja, bukan pemikir atau pengambil keputusan

Selain nelayan, mata pencaharian warganya tukang batu, tukang kayu, pedagang kecil atau jadi pekerja tuan tanah. Itu dahulu. Sebelum kemerdekaan.

Kini statistik demografi tahun 2010 di Lipu, mengkonfirmasikan rerata tiap rumah sudah menyekolahkan anak hingga bangku SMA dan perguruan tinggi.

Rerata penduduk berusia 50 tahun keatas, tak berijazah SMP.

“Saya ini tak tamat SD, tapi bisa sedikit baca,” kata Langkelu kepada Tribun.

Laheiri, mendiang ayah Langkelu juga hidup dari laut.

Langkelu adalah satu dari 32 anak, dari tujuh istri Laheiri. Ia adalah suhu pemancing tradisional di Pulau Buton, yang memadukan keahlian memancing orang Buton dan Tomia dengan ahli iklim dan cuaca laut orang Bajo.

“Saya dari ibu keempat, Paman Langkelu, adik saya dari ibu kelima,” kata Wa Laihu (52), kakak wanita Langkelu.

Modal kerja Langkelu juga tetap utuh seperti yang dipakai mendiang ayahnya.

Perahu dayung, 5 jenis alat pancing, jaring, senter dan tombak bergerigi.

Ada rawei, rinta’, ladung, dan pancing batu, dan pancing bulu ayam.

Rawei dipasang di sore hari dan dipanen pagi hari. pancing Dengan beberapa mata kali besar untuk menangkap ikan berbobot diatas 5 kg, seperti manginwang (hiu kecil), tinumbu, grouping atau red snapper.

Pancing rinta’ untuk ikan pelagis dan ikan putih.

Pancing ladung (pemberat besi) untuk ikan dasaran, dan pancing batu untuk ikan karang ukuran sedang.

Sedangkan pancing bulu ayam untuk ikan tuna atau cakalang.

Tak butuh aplikasi fishing and boating atau aplikasi cuaca misalnya, teknik dan waktu memancing mereka amat kuno.

Teknik dan ilmu memancing jadul ini adalah warisan turun temurun moyang mereka di Selat Buton, celah laut dalam diantara Pulau Buton dan Pulau Muna.

“Kalau ada ikan lumba-lumba pagu, itu berarti bawa ikan besar lain masuk, kalau datang sore dia giring ikan keluar untuk beberapa minggu.” Kata Daeng Lala, setelah minta konfirmasi dari Paman Langkelu.

Oleh Daeng Lala dan Channel YouTube dan fan page Facebooknya, teknik memancing kuno ini diwariskan kembali ke tiga generasi.

Paman Langkelu (52) dan empat tetua kampung lain jadi sumber ilmu dan pengalaman alam. Ada Papa Lele (70), Lasiara (56), Lasima (60), dan Wa aisi (80).

Generasi kedua ada Daeng Sudi (51), Daeng Lala (37), Lukman Bajo (1987), la Enci (32), Rasi (31) dan Dono, (1988)

Di generasi ketiga ada Jinji (13), Yoga (12) dan Doda (14). Mereka ini semua masuk dalam Tim 13 Channel Daeng Lala.

Misinya memperkenalkan spot memancing kelas dunia ke mancanegara, merawat tradisi kuno memancing nelayan Selat Buton, dan sekaligus melestarikan lingkungan pesisir dari sampah unorganik.

Pantai Lakeba termasuk spot memancing ideal kelas dunia. Lingkungannya relatif asri dan perawan tua di wilayah urban Kota BauBau.

Arus bawah Selat Buton terbilang deras. Kedalaman lautnya antara 30 m hingga 289 m. Kecepatan air pasamg dan surut hanya dalam durasi per 5-7 jam.

Ini adalah kawasan tubiran karang landai dan dalam dengan pantai pasir putih berdinding batu cadas kapur.

Lokasinya memanjang sekitar 2,9 km dari timur ke barat.

Di depan Pantai Lakeba ada tiga gugus pulau batu cadas; Pulau Kadatua, Pulau Lewutokidi dan Pulau Siompu di selatan.

Merujuk GPM Map dari aplikasi nautical Boating, jarak antara Pantai Lakeba dengan Pulau Kadatua, sekitar 2,8 km atau 10 menit dengan perahu dayung.

Pantai Lakeba ibarat bibir pintu masuk celah pulau tersempit dan terdalam (60 m) di Indonesia, Pulau Muna dan Pulau Boton, jaraknya kurang dari 800 m.

Tanjung Lianawonti di ujung selatan pulau Buton dan Tanjung Pidada di Pulau Siompu, membuat arus bawah laut kian bergemuruh.

Pulau Makassar di depan Kota Bau-Bau dan Muna, kedalaman tubiran karang sekitarnya antara 25 m hingga 70 m, adalah rumah ideal ikan pelagis seperti layang, sibula, teri dan ratusan jenis grouping fish lain.

Bagi pemancing gerombolan ikan-ikan pelagis ini adalah mangsa utama ikan karnivora ganas ukuran 5 hingga 20 kg.

Pulau Buton dan Pulau Muna termasuk dua pulau ukuran sedang terpadat di Indonesia timur.

Pulau Buton termasuk Baubau berpenduduk sekitar 350 ribu. Sedangkan Muna, Buton Tengah sekitar 120 ribu.

Arus dan sirkulasi air laut di Teluk Baubau dan Selat Buton bagian barat, juga jalur lintasan alternatif ikan pelagis dan laut dalam.

Dari pantauan Tribun, Selat Buton termasuk selat paling sempit sekaligus paling teduh dan berarus bawah deras.

Asumsi ini logis. Selat Buton antara pulau Muna dan Buton adalah sirkulasi 3 lautan dalam dan berada diantara arus dua samudera raksasa dunia, Pasifik di utara dan Hindia di selatan gugus pulau Nusantara.

Tiga lautan itu adalah Laut Flores di barat dan utara, Laut Banda di timur dan tenggara dan Laut Maluku di selatan.

“Selat Buton ini ibarat bottle neck 3 palung terdalam Nusantara dan jalur arus yang menggiling air laut dari dua Samudera raksasa di bumi, Hindia dan Pasifik,”

Sejatinya dalam atlas Indonesia dan Nautical Map dunia, Selat Buton merujuk dua perairan.

Celah sempit pertama di barat pulua Buton kedalamannya antara – 25 m hingga 280 m (Buton dan Muna).

Sedangkan selat kedua di timur Pulau Buton kedalamannya tak kalah mencengangkan.

Antara 35 m hingga 4000 m. Ini memisahkan gugus pulau Buton, Muna dengan gugus Kepulauan Tukang Besi, di Laut Banda; Pulau Wangi-wangi, Kaledupa, Binongko, dan Tomia.

Wolio, Baubau, 14 September 2021

https://thamzil.wordpress.com/2021/09/13/langkelu-dan-daeng-lala-coba-mewariskan-tradisi-memancing-kuno-di-selat-tersempit-dan-terdalam-dunia/
— Read on thamzil.wordpress.com/2021/09/13/langkelu-dan-daeng-lala-coba-mewariskan-tradisi-memancing-kuno-di-selat-tersempit-dan-terdalam-dunia/