ELLY SAELAN; Pengabdian Terakhir Istri Jenderal M Jusuf

Written by:

SEMUA berduka. Dan, Elly Saelan yang paling berduka.

‘’mereka selalu tertawa dan bercanda berdua di kamar,” cerita kerabatnya tentang keseharian Jenderal M Jusuf dengan istrinya, Elly Saelan.

Setelah meninggalnya sang suami, wanita berdarah Bugis-Manado itu kini tinggal sebatang kara.

Anak satu-satunya, Jaury Jusuf Taufik Putra, meniggal 43 tahun lalu.

Hampir lima dekade, adik kandung pahlawan nasional Emmy Saelan itu setia merawat, menemani Jusuf menjalani tugas sebagai prajurit TNI.

Sebagai prajurit, Nomor Register Prajurit (NRP) M Jusuf ialah 18102. Di TNI; NRP lima digit itu perwira, sedang enam digit bintara.

Sebagai perbandingan, perbandingan SBY selama aktif di militer ber pangkat Letnan Dua Infantri diberikan NRP 26418. Sedangkan Prabowo Subianto mendapat NRP 27082.

Sekitar pukul 02.25 wita, Kamis (9/9/2004) dini hari, sekitar enam jam setelah Jusuf menghembuskan nafas terakhir, ibu Elly (demikian dia kerap disapa), meminta waktu khusus berdua dengan suaminya.

‘’Ibu tak mau diganggu dulu. Sekarang dia berdua di ruang utama, adiknya pun tak bisa masuk. Pokoknya berdua,” kata seorang kerabat dekat Jusuf ketika tribun meminta waktu untuk bisa membacakan Al-Quran di depan jenazah almarhum.

Jenazah almarhum Jusuf selama sekitar dua jam memang sepertinya hanya diperuntukkan bagi wanita yang dinikahi Jusuf sekitar paruh pertama tahun 1954 itu.

Di ruang utama itu hening. Tak ada suara. Tangis sebagaimana istri yang ditinggalkan oleh suami yang dicintainya juga tak terdengar. Hening, kudus, dan bersih. Sebersih rumah bercat putih itu.

Di halaman depan rumah, Jl Sungai Tangka, kemenakan sang jendral, Andi ‘’onny” Tenri Gappa mengutarakan hal serupa.

‘’Tolong ibu jangan diganggu dulu. Jangan biarkan ada yang masuk kamar. Beliau ingin tenang dulu,” katanya pada Erry, lelaki berusia 40-an yang selama dua tahun dengan telaten merawat sang jendral di Makassar.

Kepada wartawan, Andi Onny juga mengatakan ibu Elly sangat siap untuk ditinggal sang suami. ‘’ibu sangat siap,”katanya.

Sekitar pukul 02.43 wita, Andi Herry Iskandar, juga kemanakan, keluar di teras yang dijaga dua prajurit TNI bersenjata lengkap.

’’siapa yang mau mengaji untuk jendral,ayo masuk?”

Ada tujuh pria yang membacakan ayat suci al-Quran di hadapan jenazah yang ditempatkan di sebuah ranjang kayu jati.

Ranjang pas seukuran tinggi badan mendiang jenderal kelahiran Kajuara, selatan Bone itu.

Saya termasuk satu dari tujuh pengaji. Saya dapat kesempatan membacakan 6 juz Alquran. Saya hanya berjarak sedepah dari jenazah sang jenderal para prajurit itu.

Sementara ibu Elly duduk di sebuah kursi di bagain timur jenazah. Selama hampir sekitar dua juz bacaan al Quran, ny elly duduk seperti orang bertafakkur.

Sesekali dia menatap ke jenazah sang suami yang kira-kira berjarak lima depah di depannya.

Tak ada air mata. Ny Elly bahkan terlihat seperti sedang membaca ayat-ayat surah yasin yang ditulis dengan kaligrafi putih di kain hijau yang menutupi bagian atas jenazah suaminya.

Beberapa kemanakan, kerabat, adik yang coba duduk didekatnya seperti hanya bayangan. Tak digubris.

Pukul 04.15 adzan subhu samar-samar terdengar. Suara itu dari sebuah esjid di Jl Gunung Merapi, tepat di belakang rumah sang jendreel.  Sekitar dua helatan nafas, Ibu Elly beranjak dari tempat duduknya. Dia menatap jenazah sejenak, lalu berjalan pelan

Tak lupa dia mengambil sebuah kaleng semprot nyamuk warna biru tua di dekat gorden.berjalan menunduk masuk ke kamar di mana suaminya menghembuskan nafas terakhir

‘’Itulah yang biasa dilakukan ibu sebelum tidur,” kata seorang pria yang tinggal di rumah Jl Sungai Katangka tu selama tiga tahun.(thamzil thahir)]

*) tulisan ini dimuat di harian Tribun Timur edisi 10 September 2004
DISCLAIMER: REP | 24 October 2010 | 04:32 Dibaca: 379   Komentar: 2   1 Inspiratif
Image